Budaya Politik di Indonesia
Hirarki yang Tegar/Ketat
Masyarakat
Jawa, dan sebagian besar masyarakat lain di Indonesia, pada dasarnya
bersifat hirarkis. Stratifikasi sosial yang hirarkis ini tampak dari
adanya pemilahan tegas antara penguasa (wong gedhe) dengan rakyat
kebanyakan (wong cilik). Masing-masing terpisah melalui tatanan hirarkis
yang sangat ketat. Alam pikiran dan tatacara sopan santun diekspresikan
sedemikian rupa sesuai dengan asal-usul kelas masing-masing. Penguasa
dapat menggunakan bahasa 'kasar' kepada rakyat kebanyakan. Sebaliknya,
rakyat harus mengekspresikan diri kepada penguasa dalam bahasa 'halus'.
Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi sosial semacam itu antara
lain tercemin pada cara penguasa memandang diri dan rakyatnya.
Kecendrungan Patronage
Pola
hubungan Patronage merupakan salah satu budaya politik yang menonjol di
Indonesia.Pola hubungan ini bersifat individual. Dalam kehidupan
politik, tumbuhnya budaya politik semacam ini tampak misalnya di
kalangan pelaku politik. Mereka lebih memilih mencari dukungan dari atas
daripada menggali dukungn dari basisnya.
Kecendrungan Neo-patrimoniaalistik
Salah
satu kecendrungan dalam kehidupan politik di Indonesia adalah adanya
kecendrungan munculnya budaya politik yang bersifat
neo-patrimonisalistik; artinya meskipun memiliki atribut yang bersifat
modern dan rasionalistik zeperti birokrasi, perilaku negara masih
memperlihatkan tradisi dan budaya politik yang berkarakter patrimonial.
Ciri-ciri birokrasi modern:
Adanya suatu struktur hirarkis yang melibatkan pendelegasian wewenang dari atas ke bawah dalam organisasi
Adanya posisi-posisi atau jabatan-jabatan yang masing-masing mempunyai tugas dan tanggung jawab yang tegas.
Adanya
aturan-aturan, regulasi-regulasi, dan standar-standar formalyang
mengatur bekerjanya organisasi dan tingkah laku anggotanya
Adanya
personil yang secara teknis memenuhi syarat, yang dipekerjakan atas
dasar karier, dengan promosi yang didasarkan pada kualifikasi dan
penampilan.